Khotbah Pertama
الْحَمْدُ لِلَّهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، ذُو اْلجَلَالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُولُهُ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، خَاتَمِ النَّبِيِّينَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ
أَمَّا بَعْدُ. أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ، إِنَّ الْإِسْلَامَ جَاءَ بِرَسَالَةِ الْوِحْدَةِ وَالتَّعَاوُنِ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ، وَدَعَا إِلَى تَحْقِيقِ الْأُخُوَّةِ وَالتَّأَزُرِ بَيْنَ النَّاسِ وَأَمَرَ بِمُحَابَاةِ الْجَارِ وَالْمِسْكِينِ وَالضَّعِيفِ وَالْمُحْتَاجِ، وَأَيَّدَ النَّزَاعَاتِ بِالتَّحَلُّلِ وَالْإِصْلاَحِ، وَهَذَا مِنْ أَجْلِ تَحْقِيقِ الْمَوَدَّةِ وَالرَّحْمَةِ وَالْمَحَبَّةِ بَيْنَ الْمُسلِمِينَ. وَلَقَدْ حَثَّنَا اللَّهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ عَلَى الْتَّأَزُرِ وَالْإِخْوَةِ بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ. فَقَالَ تَعَالَى: إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ. فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ في مُحْكَمِ كِتَابِهِ: وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى، وَاتَّقُونِ يَا أُولِى الْأَلْبَاب . وَقَالَ أيْضًا: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hadirin jamaah Jum’at yang dirahmati Allah.
Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan konsensus segenap tumpah darah yang dituangkan dengan pergerakan perjuangan memperebutkan kemerdekaan secara bersama-sama. Sehingga setelah kemerdekaan dicapai maka Indonesia disebut sebagai darus salam (negara yang menjamin keselamatan bagi rakyatnya), darul ahdi wasy syahadah (negara konsensus antar anak bangsanya). Maka dalam upaya mempertahankan kemerdekaan dan mencapai cita-cita luhur kemerdekaan, disepakatilah dasar negara yang dicita-citakan sebagai titik temu dan pemersatu perbedaan di Indonesia yang kita kenal dengan nama Pancasila.
Bagi umat Islam, Pancasila dapat diterima dan sama sekali tidak betentangan dengan ajaran Islam. Bahkan keduanya memiliki pertalian erat yang nilai-nilainya dapat saling mengisi. Maka tidak mengherankan ketika ormas Islam terbesar di dunia yaitu Nahdlatul Ulama, membuat keputusan untuk menerima Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia pada Muktamar NU tahun 1984 di Situbondo.
Pancasila diterima oleh umat Islam karena ia diyakini selaras dengan nilai-nilai Islam, setidaknya-tidaknya dalam tiga hal. Pertama, Pancasila dinilai sama dengan Piagam Madinah (Mitsaqul Madinah) yang dibuat Rasulullah saw. ketika mendeklarasikan negara Madinah. Sila-sila Pancasila dan butir-butir yang tertulis dalam Piagam Madinah memiliki tujuan yang sama yaitu menjunjung persatuan di tengah perbedaan suku, bangsa dan agama.
Dalam catatan sejarah disebutkan, Madinah kala itu memang berkembang menjadi kawasan yang majemuk atau pluralistik. Di dalamnya terdapat suku dan agama yang berbeda yaitu suku Khazraj dan Aus, ada pula pendatang yaitu orang-orang yang hijrah dari kota Makkah yang dikenal dengan kaum Muhajirin. Sedangkan agama yang ada pada waktu itu adalah Islam, Yahudi dan Nasrani. Perbedaan-perbedaan itu oleh Rasulullah saw. disatukan dalam satu konstitusi yakni Piagam Madinah. Maka Piagam Madinah merupakan konsensus atau kesepakatan yang berdasarkan asas keadilan untuk semua bangsa, baik Muslim, Yahudi, Nasrani, kabilah, dan suku-suku yang hidup di Madinah. Di sinilah letak persamaan Pancasila dengan Piagam Madinah. Dalam banyak catatan sejarah pendirian Negara Indonesia disebutkan bahwa Pancasila sebagai titik temu (kalimatun sawa’) yang menyatukan keragaman agama, suku dan budaya yang ada di Indonesia.
Hadirin rahimakumullah.
Kedua, kesinambungan antara Islam dan Pancasila dapat pula ditinjau dari maqashidusy syari’ah atau tujuan/hikmah diturunkannya ajaran Islam. Sebagaimana kita ketahui Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, agama yang memberikan kasih sayang kepada seluruh alam, bukan hanya kepada manusia akan tetapi juga memberikan kebaikan dan kasih sayang kepada semua. Visi rahmatan lil alamin ini diwujudkan dengan pemberlakuan seperangkat ajaran Islam yang tertuang dalam bentuk ibadah dan hukum-hukum agama yang dikenal dengan syari’ah. Tujuan utama dari maqashidusy syariah adalah merealisasikan kemanfaatan untuk umat manusia (mashalihul ‘ibad) baik urusan dunia maupun urusan akhirat.
Ada dua tujuan utama dalam maqasid syari'ah yang memiliki kesamaan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, yaitu menjaga agama dan jiwa. Menjaga agama dalam Islam ialah menjaga kebebasan berkeyakinan dan beribadah, tidak ada pemaksaan kehendak dan tidak ada tekanan dalam beragama, sebagaimana firman Allah:
لا اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat”. (Q.S. al-Baqarah: 256).
Dalam Tafsir at-Thabari dijelaskan ayat ini turun tatkala salah seorang dari kaum Anshar ingin memaksa anak-anaknya untuk memeluk agama Islam. Kemudian turunlah ayat ini yang berisi larangan memaksa non-muslim untuk memeluk agama Islam. Sehingga ayat ini oleh ulama dijadikan dasar dalam menetapkan tujuan syari’ah/maqashidusy syari’ah.
Maqashidusy-Syari’ah yang pertama ini berbanding lurus dengan nilai sila yang pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Indonesia dengan sila yang pertama ini memproklamirkan diri sebagai negara dan bangsa yang religius. Negara yang menghormati dan menjaga agama-agama yang ada di dalamnya. Sehingga amanah dari sila yang pertama ini segala aktivitas ibadah yang dilakukan masing-masing pemeluk agama harus dijamin keamanan dan kenyamanannya.
Maqasidusy syari'ah yang kedua yakni menjaga jiwa, memiliki kesamaan dengan Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Tujuan menjaga jiwa dalam maqasidusy syari'ah adalah untuk menjamin atas hak hidup manusia seluruhnya tanpa terkecuali yang diwujudkan dengan pemerataan ekonomi dan penegakan hukum yang berkeadilan. Maka di dalam Islam ditetapkan hukum wajib zakat bagi mereka yang memiliki kecukupan harta yang menyasar kaum dhu’afa dalam pendistribusiannya. Sedangkan dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengacu pada prinsip pemerataan kesempatan, hak, dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam konteks kehidupan beragama di Indonesia, maqasidusy-syari'ah dan Pancasila dapat dipandang sebagai dua konsep yang saling melengkapi dan mendukung. Maqasidusy syari'ah dapat menjadi pedoman dalam menjalankan ajaran Islam dengan mengacu pada tujuan-tujuannya yang mulia, sedangkan Pancasila dapat menjadi pedoman dalam menjalankan kehidupan beragama dalam bingkai negara yang berdasarkan prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hadirin yang dirahmati Allah
Keterhubungan Pancasila dan Islam yang ketiga adalah prinsip-prinsip yang termuat dalam Pancasila merupakan cerminan dari prinsip-prinsip yang ada dalam ajaran Islam. Seperti prinsip persatuan dan musyawarah. Islam memegang teguh persatuan, bahkan perintah untuk bersatu memiliki landasan teologis yang sangat kuat sebagaimana diamanatkan dalam al-Qur’an:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Q.S. Ali Imran: 103).
Sedangkan dalam prinsip musyawarah seperti yang tercantum dalam Sila Keempat dapat kita jumpai ayat-ayat dan hadits Rasulullah yang mendorong umat Islam untuk mengedepankan musyawarah dalam segala hal yang berhubungan dengan kepentingan bersama. Sebagaimana tertuang dalam Surah asy-Syura ayat 38 sebagai berikut:
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka.” (Q.S. Asy-Syuro: 38).
Dalam sebuah hadits juga disebutkan sosok Rasulullah digambarkan sebagai pribadi dan pemimpin yang gemar bermusyawarah dalam segala urusannya:
مَا رَأَيْتُ أَحَدًا أَكْثَرَ مَشُوْرَةً لِاَصْحَابِهِ مِنْ رَسُوْلِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. (رواه الترميذي)
“Saya tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak bermusyawarah dengan para sahabatnya dibanding Rasulullah saw. (H.R. Tirmidzi).
Demikianlah titik temu prinsip Islam dan Pancasila yang sama sekali tidak kita temukan pertentangan di antara keduanya.
Hadirin yang dirahmati Allah
Mencermati fakta-fakta di atas maka benarlah apa yang disampaikan KH. Abdul Wahid Hasyim saat berdiskusi dengan Bung Karno dan para pendiri bangsa lainnya ketika akan menyusun sila-sila Pancasila. Menurut beliau, Pancasila adalah isim (nama/kerangka) sedangkan musamma (isi) adalah nilai-nilai Islam. Maka untuk itu tidak perlu lagi untuk mempersoalkan keabsahan Pancasila sebagai ideologi dan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia apalagi mempertentangkannya dengan Islam.
Demikianlah khutbah yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga dengan bertambahnya wawasan dan ilmu pengetahuan semakin bertambah pula keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Semoga Allah senantiasa menganugerahkan kedamaian, kemananan dan kesejahteraan untuk rakyat dan bangsa Indonesia. Amin ya Rabbal Alamin…
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ .أَقُوْلُ قَوْلِى هذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khotbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَمَرَنَا بِالْإِتِّحَادِ، وَالْاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ وَسُنَّةِ الرَّسُوْلِ اْلاَمِيْنِ، وَأَنْ تُعَامَلَنَا بِعَمَلٍ لَا يَمِيْلُ يُمْنَةً وَلاَيُسْرَةً فِىْ كُلِّ وَقْتٍ وَحِيْنٍ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاهُ نَسْتَعِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمْيِنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ: اِتَّقُوْا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّكُمْ، إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلٰئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ يٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيْهِ وَسَلِّمُواْ تَسْلِيمًا. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتْ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ. اَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلَازِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُوْنِيْسِيَا خَاصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِيْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ، وَإِيْتَائِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Jika Anda membutuhkan sitasi pada Buku Digital ini, silahkan generate secara otomatis menjadi format APA, MLA, IEEE, Chicago, Harvard, dan Turabian.
Support kami dengan komentar positif dan ulasan yang membangun.
* Anda Wajib login Untuk Menulis Komentar/Review.