Makna Vertikal dan Horizontal Peristiwa Isra Mikraj
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلٰى عَبْدِهِ الْكِتٰبَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَّهٗ عِوَجًا ۜ قَيِّمًا. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، لَا نَبِيَّ وَلَا رَسُولَ بَعْدَهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِ المُرْسَلِينَ، سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيُّهَا الحَاضِرُونَ المَحْبُوبُونَ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَقَدْ قَالَ فِي كِتَابِهِ العَزِيزِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ وَقَدْ قَالَ : سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ.
Hadirin jemaah salat Jum’at yang berbahagia,
Pada kesempatan ini, khatib ingin mengingatkan kita semua untuk senantiasa meningkatkan takwa dengan mematuhi segala perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya, seraya meneladani Baginda Nabi Muhammad saw sebagai penyampai risalah dan teladan sempurna, agar kita kelak dipertemukan dalam kebahagiaan abadi di jannah-Nya.
Jemaah yang Allah Swt muliakan,
Sebagai sebuah peristiwa yang bersejarah dalam Islam, Isra Mikraj mendapatkan tempat yang istimewa di hati para pemeluknya. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam menjadikan tanggal yang dianggap bertepatan dengan peristiwa Isra Mikraj sebagai hari libur nasional dan sekaligus momentum untuk menggelar berbagai acara peringatan.
Isra Mikraj menjadi peristiwa penting karena memuat perjalanan lintas dimensi yang dialami Nabi Muhammad saw ketika “berjumpa” dengan Allah Swt dan menerima syariat salat. Al-Qur’an merekam peristiwa historis ini secara jelas pada ayat pertama surat Al-Isra, surat ke-17 dalam susunan mushaf Al-Qur’an. Surat ini juga diberi nama Al-Isra, sebagai penanda bahwa surat ini memuat kisah yang berkaitan dengan peristiwa Isra Mikraj. Allah Swt berfirman pada Q.S. Al-Isra [17]: 1:
سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ.
“Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Secara literal, ayat ini mengurai kemahakuasaan Allah Swt yang menganugerahkan kepada Nabi-Nya, Muhammad saw dengan perjalanan malam yang begitu panjang namun singkat. Perjalanan yang melewati dua monumen peribadatan penting dan bersejarah bagi umat Islam yaitu Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa, serta tempat yang tidak pernah dijangkau sebelumnya oleh makhluk manapun yakni Sidratulmuntaha. Perjalanan ini juga sekaligus menjadi momen bagi Nabi Muhammad saw untuk melihat dan mendengar setiap kuasa Allah Swt yang tidak mungkin ditiru oleh makhluk-Nya.
Hadirin sidang Jum’at hafizhakumullah,
Quraish Shihab dalam bukunya Tafsir al-Misbah, memberikan perhatian yang cukup intens pada kata ‘abd (بِعَبْدِه). Penafsirannya kemudian dapat diuraikan untuk melihat makna vertikal (pesan yang berkaitan dengan hubungan Tuhan dan makhluk) dan makna horizontal (pesan yang berkaitan dengan hubungan antara sesama makhluk) dari peristiwa Isra Mikraj.
Berkaitan dengan makna vertikalnya, peristiwa Isra Mikraj membawa pesan mengenai hubungan Tuhan dan makhluk-Nya. Kata al-‘abd yang bermakna hamba bukan menunjukkan rendahnya kedudukan Nabi Muhammad di hadapan Allah Swt namun justru sebaliknya. Allah Swt mengabadikan kekasih-Nya Muhammad dengan kata al-‘abd sebagai simbol bagi posisi yang begitu mulia di sisi-Nya. Status al-‘abd menunjukkan relasi yang penuh ketaatan antara hamba dengan tuannya.
Ketaatan yang terjadi dalam hubungan Tuhan dan makhluknya tidak bisa disamakan dengan analogi bos dengan karyawannya. Ketaatan pada konteks relasional Tuhan dan hamba merupakan bentuk lain dari ekspresi cinta. Imam Syafi’i dalam diwān-nya yang populer berkata:
لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقاً لَأَطَعْتَهُ ... إِنَّ الْمُحِبَّ لِمَنْ يُحِبَّ مُطِيْعٌ
“Seandainya cintamu (pada Tuhan) itu jujur, sungguh engkau akan menaati-Nya ... (sebab) sesungguhnya seorang pecinta akan penuh ketaatan terhadap siapa yang ia cintai”
Lalu jika digali makna horizontalnya yang berkaitan dengan relasi antar sesama makhluk, maka kata al-‘abd mengisyaratkan beberapa makna yang memuat sikap dan sifat ideal seorang yang disebut al-‘abd. Kosa kata al-‘abd bisa memiliki tiga arti yang saling berkolerasi yaitu “hamba”, “kekukuhan” dan “kelemahlembutan”.
Makna pertama, “hamba”, mengisyaratkan bahwa tidak ada kepemilikan yang dimiliki kecuali milik tuannya. Sebagai seorang ‘abdun, manusia tidak diperkenankan menyikapi apapun yang dimilikinya di dunia sebagai miliknya, apalagi merasa menguasainya sehingga menyebabkannya tamak. Keberadaan syariat zakat dan anjuran berinfak serta bersedekah merupakan pengajaran Tuhan untuk melatih umatnya mencapai idealitas sebagai hamba.
Makna kedua, “kekukuhan”, mengandung kesan keteguhan seseorang dalam posisinya sebagai hamba. Keteguhan untuk mengikuti dan melaksanakan setiap instruksi yang diberikan oleh tuannya. Maka dalam hal ini ketakwaan merupakan perwujudannya. Sebab takwa baru bisa dicapai setelah mampu mengikuti apa yang diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarang oleh Allah Swt. Takwa juga tidak bisa mencapai bentuk idealnya hanya dengan ibadah ritual, namun juga membutuhkan ibadah sosial.
Makna ketiga, “kelemahlembutan”, merupakan sifat dan sikap yang berkaitan secara langsung dengan pelaksanaan ibadah sosial itu sendiri. Seorang ‘abdun, harus mencerminkan sifat dan sikap tuannya dan membanggakannya. Maka manusia yang ingin mendapatkan kedudukan tertinggi di mata Allah Swt harus melatih dirinya untuk senantiasa menerapkan kelemahlembutan dalam setiap interaksinya dengan sesama makhluk, termasuk alam dan lingkungan. Menjaga kelestarian alam dan lingkungan sekitar merupakan bentuk dari upaya menghadirkan kelemahlembutan itu dalam kehidupan.
Jemaah sekalian yang dirahmati Allah Swt,
Dengan demikian, peristiwa Isra Mikraj bukan hanya mengingatkan manusia khususnya umat Islam akan ketidakterbatasan kehendak Allah Swt serta keagungan Nabi Muhammad saw sebagai kekasih pilihan-Nya. Isra Mikraj juga menyimpan pesan-pesan penting yang berkaitan dengan relasi vertikal antara hamba dengan Tuhannya, serta horizontal antara sesama makhluk dan hamba-Nya. Maka ketika umat Islam mampu memahami dan merefleksikan makna vertikal dan horizontal peristiwa historis ini, status sebagai hamba yang ideal akan mampu diraihnya.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم.
Khotbah Kedua
الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، لَا نَبِيَّ وَلَا رَسُولَ بَعْدَهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِ المُرْسَلِينَ، سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيُّهَا الحَاضِرُونَ المَحْبُوبُونَ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَالتَّقْوَى هِيَ وَصِيَّةُ رَبِّ العَالَمِينَ لِلْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ مِنْ خَلْقِهِ، فَقَدْ قَالَ فِي كِتَابِهِ العَزِيزِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ . وَأَمَرَ المُسْلِمِينَ وَالمُؤْمِنِينَ بِالصَّلَاةِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ كَمَا قَالَ فِي القُرْآنِ :إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِينَ وَالمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ. اللَّهُمَّ يَسِّرْ لَنَا أُمُورَنَا وَحَصِّلْ مَقَاصِدَنَا وَأَحْسِنْ مَنْ أَحْسَنَ إِلَيْنَا، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.عِبَادَ اللَّهِ! إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللَّهَ العَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَر.
Jika Anda membutuhkan sitasi pada Buku Digital ini, silahkan generate secara otomatis menjadi format APA, MLA, IEEE, Chicago, Harvard, dan Turabian.
Support kami dengan komentar positif dan ulasan yang membangun.
* Anda Wajib login Untuk Menulis Komentar/Review.