Pesan Al-Qur’an Mengenai Tantangan Akses Terbatas Kaum Disabilitas
الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ وَأَرْسَلَ رَسُولَهُ مُحَمَّدًا صَاحِبَ الشَّفَاعَةِ فِي يَوْمِ القِيَامَةِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، لَا نَبِيَّ وَلَا رَسُولَ بَعْدَهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِ المُرْسَلِينَ، سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيُّهَا الحَاضِرُونَ المَحْبُوبُونَ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَقَدْ قَالَ فِي كِتَابِهِ العَزِيزِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ وَقَدْ قَالَ: لَيْسَ عَلَى الْاَعْمٰى حَرَجٌ وَّلَا عَلَى الْاَعْرَجِ حَرَجٌ وَّلَا عَلَى الْمَرِيْضِ حَرَجٌ ۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُولَهُۥ يُدْخِلْهُ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ ۚ وَمَنْ يَّتَوَلَّ يُعَذِّبْهُ عَذَابًا اَلِيْمًا.
Hadirin jemaah salat Jum’at yang berbahagia,
Pada kesempatan ini, khatib ingin mengingatkan kita semua untuk senantiasa meningkatkan takwa dengan mematuhi segala perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya, seraya meneladani Baginda Nabi Muhammad saw sebagai penyampai risalah dan teladan sempurna, agar kita kelak dipertemukan dalam kebahagiaan abadi di jannah-Nya.
Jemaah yang dimuliakan,
Di momen Jum’at kali ini, khatib ingin menyampaikan pesan-pesan teologis yang berkaitan dengan kaum yang dimuliakan Allah Swt dengan segala keterbatasannya. Keberadaan kaum disabilitas merupakan fakta sosial kehidupan yang eksis dalam sejarah perjalanan hidup manusia.
Istilah disabilitas sendiri disematkan kepada orang yang memiliki karakteristik yang berbeda dari orang yang disebut “normal” pada umumnya. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), disabilitas dimaknai dengan “orang yang memiliki keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama sehingga mengalami hambatan dan kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan, dan menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan tugas atau kegiatan sehari-hari”.
Sebagai sunnatullah yang tidak bisa dilepaskan dari kesejarahan manusia, fenomena disabilitas mendapatkan tempat dalam memori dan rekaman berbalut pesan keagamaan yang disampaikan dalam Al-Qur’an. Menariknya, dalam Al-Qur’an, beberapa terma atau kosa kata yang digunakannya untuk menggambarkan disabilitas terkadang secara tekstual memang merujuk pada orang-orang yang memiliki keterbatasan terutama perihal fisik, namun secara dominan justru mengandung makna simbolik (metaforis).
Semisal kata al-a’mā (أعمى/ buta), dalam Al-Qur’an setidaknya diksi ini terulang sebanyak 13 kali dan mayoritas dipergunakan sebagai kiasan. Seperti halnya membandingkan orang yang mau mengikuti wahyu (mukmin) dan menutup diri darinya (kafir).
Adapun contohnya dalam Al-Qur’an mengenai hal ini biasanya terekspresikan dalam redaksi: hal yastawī al-a’mā wa al-bashīr (apakah sama orang yang buta dan orang yang melihat?), terdapat pada Q.S. Al-An’am [6]: 50; Q.S. Ar-Ra’d [13]: 16, ataupun mā yastawī al-a’mā wa al-bashīr (tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat), sebagaimana pada Q.S. Fathir [35]: 19; Q.S. Ghafir [40]: 58.
Lalu yang berkaitan dengan kondisi keterbatasan fisik manusia secara hakikat, dapat dilihat pada beberapa ayat seperti pada Q.S. An-Nur [24]: 61, Q.S. Al-Fath [48]: 17 dan Q.S. Abasa [80]: 2. Pada Q.S. An-Nur [24]: 61, Q.S. Al-Fath [48]: 17, ada redaksi yang sama dan menghubungkan keduanya dalam satu nuansa pesan etika Qur’ani yang berkaitan dengan akses hak dan kewajiban bagi kaum disabilitas. Berikut ini merupakan redaksi Q.S. An-Nur [24]: 61:
لَيْسَ عَلَى الْاَعْمٰى حَرَجٌ وَّلَا عَلَى الْاَعْرَجِ حَرَجٌ وَّلَا عَلَى الْمَرِيْضِ حَرَجٌ وَلَا عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ أَن تَأْكُلُوا۟ مِنۢ بُيُوتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ ءَابَآئِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أُمَّهَٰتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ إِخْوَٰنِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخَوَٰتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَعْمَٰمِكُمْ أَوْ بُيُوتِ عَمَّٰتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخْوَٰلِكُمْ أَوْ بُيُوتِ خَٰلَٰتِكُمْ أَوْ مَا مَلَكْتُم مَّفَاتِحَهُۥٓ أَوْ صَدِيقِكُمْ ۚ
“Tidak ada halangan bagi orang buta, orang pincang, orang sakit, dan dirimu untuk makan (bersama-sama mereka) di rumahmu, di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudara-saudaramu yang perempuan, di rumah saudara-saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara-saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara-saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara-saudara ibumu yang perempuan, (di rumah) yang kamu miliki kuncinya, atau (di rumah) kawan-kawanmu.
Lalu redaksi Q.S. Al-Fath [48]: 17:
لَيْسَ عَلَى الْاَعْمٰى حَرَجٌ وَّلَا عَلَى الْاَعْرَجِ حَرَجٌ وَّلَا عَلَى الْمَرِيْضِ حَرَجٌ ۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ ۚ وَمَنْ يَّتَوَلَّ يُعَذِّبْهُ عَذَابًا اَلِيْمًا
“Tidak ada dosa atas orang-orang yang buta, orang-orang yang pincang, dan orang-orang yang sakit (apabila tidak ikut berperang). Siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dia akan dimasukkan oleh-Nya ke dalam surga yang mengalir bawahnya sungai-sungai. Akan tetapi, siapa yang berpaling, dia akan diazab oleh-Nya dengan azab yang pedih.”
Jemaah sidang Jum’at hafizhakumullah,
Pesan etis Al-Qur’an dalam kedua ayat ini, khususnya dalam konteks hak dan kewajiban kaum disabilitas, mencakup beberapa poin yang perlu digarisbawahi. Pertama, pada Q.S. An-Nur [24]: 61, Al-Qur’an memotret fenomena disabilitas secara umum tanpa terikat konteks historis apapun. Substansi pada ayat kemudian menekankan isyarat Al-Qur’an yang memberikan perhatian khusus kepada kaum disabilitas terutama yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak dasarnya.
Al-Qur’an, dalam imaji simboliknya, menginstruksikan umat Islam untuk memberikan asistensi khusus terhadap kaum disabilitas sehingga aksesnya terhadap hak-hak dasarnya serta pelaksanaannya terjamin. Poin ini sudah semestinya menjadi refleksi semua umat Islam untuk memperhatikan dan menjamin keadaan saudara-saudaranya yang masuk dalam kategori disabilitas, terutama yang berkaitan dengan hak-hak dasarnya sebagai manusia.
Kedua, narasi Q.S. Al-Fath [48]: 17 yang mengilustrasikan bahwa kaum disabilitas, dengan keterbatasannya, juga memiliki kewajiban yang sama dengan orang “normal” pada umumnya dalam menjalankan statusnya sebagai umat Islam. Meskipun kaum disabilitas diberikan tarkhīsh (keringanan/ dispensasi) dalam beberapa kondisi seperti peperangan—sebagaimana konteks historis yang dimuat ayat, namun mereka juga tetap dikenai taklīf (tanggung jawab menjalankan agamanya) sebagai bentuk komitmen dan ketaatannya sebagai seorang muslim dan mukmin, sesuai dengan kemampuannya.
Kedua poin di atas telah memberikan gambaran ringkas tentang bagaimana Al-Qur’an mengartikulasikan perihal keterbatasan dan tantangan bagi kaum disabilitas dalam mengakses hak dan kewajibannya. Maka sebagai penutup, mari merenungi Q.S. Abasa [80] yang merekam kisah Abdullah bin Ummi Maktum, seorang sahabat yang mayoritas ulama menjadikannya sebagai sosok di balik ayat اَنْ جَاۤءَهُ الْاَعْمٰى (karena seorang tunanetra (Abdullah bin Ummi Maktum) telah datang kepadanya).
Kisah yang menceritakan teguran Tuhan kepada Nabi Muhammad saw yang telah seolah mengabaikan seorang sahabat disabilitas yang dicintai Allah Swt karena ketaatannya. Maka selain mengambil hikmah di balik ketaatan Abdullah bin Ummi Maktum di tengah keterbatasan fisiknya, juga kita, umat Islam, seyogyanya menarik ‘ibrah (pelajaran) untuk senantiasa memperhatikan dan membantu saudara-saudara kita yang memiliki kebutuhan khusus dalam urusan ketaatan dan kemanusiaan.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khotbah Kedua
الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، لَا نَبِيَّ وَلَا رَسُولَ بَعْدَهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِ المُرْسَلِينَ، سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيُّهَا الحَاضِرُونَ المَحْبُوبُونَ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَالتَّقْوَى هِيَ وَصِيَّةُ رَبِّ العَالَمِينَ لِلْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ مِنْ خَلْقِهِ، فَقَدْ قَالَ فِي كِتَابِهِ العَزِيزِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ . وَأَمَرَ المُسْلِمِينَ وَالمُؤْمِنِينَ بِالصَّلَاةِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ كَمَا قَالَ فِي القُرْآنِ :إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِينَ وَالمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ. اللَّهُمَّ يَسِّرْ لَنَا أُمُورَنَا وَحَصِّلْ مَقَاصِدَنَا وَأَحْسِنْ مَنْ أَحْسَنَ إِلَيْنَا، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.عِبَادَ اللَّهِ! إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللَّهَ العَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَر.
Jika Anda membutuhkan sitasi pada Buku Digital ini, silahkan generate secara otomatis menjadi format APA, MLA, IEEE, Chicago, Harvard, dan Turabian.
Support kami dengan komentar positif dan ulasan yang membangun.
* Anda Wajib login Untuk Menulis Komentar/Review.