Islam sebagai Spirit Peradaban
الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ وَأَرْسَلَ رَسُولَهُ مُحَمَّدًا صَاحِبَ الشَّفَاعَةِ فِي يَوْمِ القِيَامَةِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، لَا نَبِيَّ وَلَا رَسُولَ بَعْدَهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِ المُرْسَلِينَ، سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيُّهَا الحَاضِرُونَ المَحْبُوبُونَ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَقَدْ قَالَ فِي كِتَابِهِ العَزِيزِ }يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ{ وَقَدْ قَال} يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّه لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ{ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Pada kesempatan ini, khatib ingin mengingatkan kita semua untuk senantiasa meningkatkan takwa dengan mematuhi segala perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya, seraya meneladani Baginda Nabi Muhammad saw sebagai penyampai risalah dan teladan sempurna, agar kita kelak dipertemukan dalam kebahagiaan abadi di jannah-Nya.
Jemaah sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,
Salah satu nilai fundamental Islam yang harus diperkuat guna menyongsong kemajuan peradaban adalah perdamaian. Sejatinya Islam sendiri selain berarti pasrah. Namun lebih dalam, secara semantik juga sangat dekat dengan kata al-silm yang bermakna damai. Salah satu ayat dalam Al-Qur’an yang memuat kata al-silm ialah Q.S. Al-Baqarah [2]: 208:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ.
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.”
Salah seorang cendekiawan muslim Indonesia, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), menafsirkan kata al-silm dalam ayat udkhulū fi al-silmi kaffah dengan “perdamaian”. Bahkan, jauh sebelum Gus Dur, seorang ulama yang dikenal sebagai mujadid Islam, Muhammad Abduh dalam tafsirnya al-Manar juga telah menafsirkan ayat tersebut sebagai perintah kepada umat Islam untuk merengkuh perdamaian secara total dan mampu mengaplikasikan nilai-nilai perdamaian Al-Qur’an dalam setiap lini kehidupannya.
Hadirin jemaah Jum’at rahimakumullah,
Begitu pentingnya perdamaian sebagai dasar kemajuan suatu bangsa, juga bisa direfleksikan ketika melihat bangsa-bangsa yang sampai saat ini masih berkonflik. Seperti halnya melihat kepada negara-negara yang masih dalam suasana perang, sebagaimana yang terjadi di wilayah Timur Tengah. Meskipun sumber daya alam yang dimiliki begitu melimpah, namun peradaban yang ideal tidak akan mampu terwujud jika tidak ada harmonisasi yang terjalin dalam kehidupan masyarakatnya.
Terwujudnya perdamaian yang membawa pada harmonisasi kehidupan bermasyarakat ialah sebuah keniscayaan apabila spirit nilai-nilai universal Islam dapat diimplementasikan dengan optimal, khususnya bagi umat Islam sendiri. Penerapan spirit fundamental Islam inilah yang akan memperlihatkan fungsi penting Islam bagi peradaban.
Jemaah Jum’at hafizhakumullah,
Ada tiga nilai yang perlu dioptimalkan dalam mewujudkan tatanan kehidupan yang harmoni, yaitu prinsip toleransi, keadilan dan musyawarah. Pertama, prinsip toleransi menempati posisi sentral dalam tatanan sosial dan politik manusia. Maka dalam ajaran agama pun ditegaskan bahwa toleransi menjadi suatu yang niscaya karena perbedaan atau pluralitas kehidupan manusia memang merupakan keniscayaan yang telah diatur sedemikian rupa dalam skenario yang disusun oleh Tuhan.
Al-Qur’an banyak berbicara perihal keniscayaan pluralitas manusia sebagai bagian dari sunnatullah, baik dari sisi lahiriahnya yang mencakup jenis kelamin maupun suku bangsa seperti pada Q.S. Al-Hujurat [49]: 13. Lalu dari sisi agama yang dipeluknya sebagaimana Q.S. Hud [11]: 118, serta penyikapannya terhadap kebenaran ajaran Islam yang termaktub pada Q.S. Al-Baqarah [2]: 256:
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗوَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ.
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sungguh, telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah sungguh telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Jemaah Jum’at sekalian,
Kedua, prinsip keadilan yang menjiwai kemanusiaan dan ditampilkan oleh sikap saling menghargai dalam hubungan pribadi maupun sosial ialah pangkal untuk menjaga perdamaian di antara keniscayaan pluralisme sosial. Dengan keadilan, peradaban yang kukuh bisa terwujud, sebab keadilan adalah dasar moral yang kuat bagi semua pembangunan peradaban manusia. Bahkan dalam sebuah adagaium Arab yang masyhur dan banyak terdapat di kitab-kitab klasik dikatakan, “sebab keadilan-lah langit dan bumi dapat berdiri kokoh (bi al-‘adl qamat al-samawat wa al-ard)”.
Bahkan, keadilan dalam Al-Qur’an disebut sebagai sikap yang paling dekat dengan ketakwaan, sebagaimana Q.S. Al-Maidah [5]: 8:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ.
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Jemaah yang dirahmati Allah,
Ketiga, musyawarah dimaknai sebagai ra’s al-hikmah (pangkal kebijaksanaan). Musyawarah tidak hanya merupakan wujud rasa kemanusiaan, karena didasari sikap penghargaan kepada sesama manusia, tetapi juga merupakan wujud pemaknaan atas ketauhidan. Sebab ketauhidan yang dipahami dan diresapi secara matang akan membawa manusia sadar akan kedudukannya, sehingga tidak dibenarkan adanya klaim kebenaran mutlak, karena hanya Allah yang Maha Benar.
Pada Q.S. Al-Thalaq [65]: 6 disebutkan, wa’tamirū bainakum bi ma’rūfin (musyawarahkan segala sesuatu untuk mencari solusi terbaik dengan jalan terbaik), musyawarah digambarkan dalam salah satu contoh persoalan kehidupan yang melibatkan antara suami dan istri yang merupakan elemen terkecil dari suatu masyarakat yaitu keluarga. Penggambaran ini memberikan kesan tentang sentralnya peran musyawarah dalam menyongsong kehidupan yang memiliki visi-misi dan pengambilan keputusan yang baik. Jika dalam keluarga saja musyawarah menempati posisi yang begitu penting, apalagi dalam level pemerintahan.
Hadirin yang Allah cintai,
Ketika umat Islam telah mampu memahami bahwa perbedaan merupakan sunnatullah, dan menjiwai bahwa tiada kemanusiaan tanpa keadilan serta meresapi bahwa tiada keputusan bijaksana yang lahir tanpa musyawarah, maka umat Islam telah meneguhkan harmonisasi sosial berdasarkan spirit Islam. Dengan begitu, umat Islam juga telah berhasil berkontribusi menjaga hal paling fundamental yang merupakan fondasi dalam membentuk sebuah peradaban ideal. Peradaban yang tidak hanya mengutamakan pembangunan infrastruktur dan teknologi, namun juga ditopang oleh karakter dan etika manusianya yang berperadaban.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khotbah Kedua
الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، لَا نَبِيَّ وَلَا رَسُولَ بَعْدَهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِ المُرْسَلِينَ، سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْد. فَيَا أَيُّهَا الحَاضِرُونَ المَحْبُوبُونَ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَالتَّقْوَى هِيَ وَصِيَّةُ رَبِّ العَالَمِينَ لِلْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ مِنْ خَلْقِهِ، فَقَدْ قَالَ فِي كِتَابِهِ العَزِيزِ}يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ .{وَأَمَرَ المُسْلِمِينَ وَالمُؤْمِنِينَ بِالصَّلَاةِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ كَمَا قَالَ فِي القُرْآنِ} :إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا{ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِينَ وَالمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ. اللَّهُمَّ يَسِّرْ لَنَا أُمُورَنَا وَحَصِّلْ مَقَاصِدَنَا وَأَحْسِنْ مَنْ أَحْسَنَ إِلَيْنَا، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللَّهِ! إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللَّهَ العَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَر.
Jika Anda membutuhkan sitasi pada Buku Digital ini, silahkan generate secara otomatis menjadi format APA, MLA, IEEE, Chicago, Harvard, dan Turabian.
Support kami dengan komentar positif dan ulasan yang membangun.
* Anda Wajib login Untuk Menulis Komentar/Review.