Oleh: Muhammad Adam
KHUTBAH PERTAMA
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ إِلاَّ اللّٰه وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللّٰه، اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللّٰه أُوْصِيْنِيِ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللّٰه، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللّٰهُ الْعَظِيمْ
Alhamdulillah merupakan ucapan yang paling pantas membasahi setiap bibir, sebagai bentuk ungkapan rasa terima kasih kita kepada Allah Swt. Karena nikmat dan karunia-Nya lah sehingga kita dapat hadir di masjid ini, dalam rangka menjalankan kewajiban kita sebagai seorang muslim. Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua ke jalan yang diridhai-Nya. Sholawat juga salam terus tercurah keharibaan nabiullah Muhammad saw, nabi akhir zaman dan pemimpin nomor satu sepanjang masa. Semoga salam kita berbalas kasih dan sholawat kita berbalas syafaat fi yaumil qiyamah. Aamiin ya rabbal ‘alamiin.
Jama’ah Jum’at yang dimuliakan oleh Allah Swt.,
Setiap manusia yang terlahir di muka bumi ini memiliki potensi dalam dirinya. Paling tidak terdapat empat potensi, yaitu potensi intelektual, emosional, fisik dan spiritual, semua potensi tersebut jika dikembangkan dengan baik akan mengalami peningkatan pesat yang tidak terbatas. Dalam perspektif Alquran, manusia disebut sebagai makhluk ciptaaan Tuhan yang paling sempurna dengan segala potensi yang telah Allah berikan kepadanya. Dan ini terkonfirmasi dalam firman Allah dalam Q.S. At.Tiin/95:4.
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Ayat ini mengajarkan kepada ummat Islam, agar senantiasa mengembangkan diri dengan segenap potensi yang telah Allah karuniakan. Ayat ini juga sekaligus menegaskan bahwa penciptaan manusia sebagai makhluk Allah adalah yang terbaik dibanding makhluk lain yang telah Allah ciptakan. Meski demikian, pengembangan potensi yang kita lakukan tidak boleh sekadar untuk konsumsi pribadi. Karena menjadi individualis dan eksklusif, tentu saja sangat bertentangan dengan prinsip Islam yang mengedepankan kebersamaan dan kepekaan sosial. Bukankah Nabi telah menyampaikan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain?
أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Orang yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain.” (H.R. Tabrani)
Jama’ah Jum’at yang dimulyakan oleh Allah Swt.,
Kita harus berangkat dari ruang yang sama, bahwa perbedaan harus dianggap sebagai rahmat kasih sayang Allah bagi setiap makhluk karena dengan perbedaan itulah kita bisa saling melengkapi. Indahnya pelangi karena perbedaan warna yang telah Allah tetapkan padanya, dari perbedaan itulah lahir keindahan dan kesempurnaan. Perbedaan bukanlah ancaman yang harus dihilangkan, tetapi harus dikelola dengan baik dan bijaksana sebagai modal terciptanya keragaman yang damai tenteram dan saling menghargai.
Islam memberi ruang yang sama kepada setiap manusia tanpa perbedaan, Islam tidak memuliakan suatu kaum karena jabatan, kepangkatan dan kekayaan. Demikian pula dalam konteks bernegara, Indonesia sebagai negara yang mengakui keberadaan agama memberi kemerdekaan yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara dan itu tertuang dalam konstitusi. Begitu halnya dalam Pancasila, mencerminkan kemajemukan dan persatuan yang bersumber dari nilai-nilai Islam. Dalam sila pertama misalnya, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa menunjukkan bahwa Indonesia menganut prinsip ajaran dan tata nilai agama yang komprehensif. Sehingga setiap ummat bangsa ini harus menjaga keseimbangan antara hak beragama dan komitmen kebangsaan, menjadikannya spirit untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan, tanpa membedakan kelompok difabel atau penyandang cacat.
Dalam perspektif Islam, penyandang disabilitas identik dengan orang-orang yang mempunyai keterbatasan, berkebutuhan khusus, atau mempunyai uzur. Keberadaan kaum difabel dengan keterbatasannya, bukanlah alasan pembenar untuk mendiskreditkan mereka dari ruang-ruang publik. Sebab Islam memposisikan mereka sama dan setara antara orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik dengan yang tidak memiliki keterbatasan fisik. Islam mengecam sikap diskriminatif terhadap penyandang disabilitas, sebab sikap diskriminatif termasuk kesombongan dan akhlak yang buruk. Allah berfirman dalam Q.S. An-Nur/24:61.
لَيْسَ عَلَى الْاَعْمٰى حَرَجٌ وَّلَا عَلَى الْاَعْرَجِ حَرَجٌ وَّلَا عَلَى الْمَرِيْضِ حَرَجٌ وَّلَا عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَنْ تَأْكُلُوْا مِنْۢ بُيُوْتِكُمْ اَوْ بُيُوْتِ اٰبَاۤىِٕكُمْ اَوْ بُيُوْتِ اُمَّهٰتِكُمْ
“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu…”.
Ayat ini secara eksplisit menegaskan kesetaraan sosial antara penyandang disabilitas dan mereka yang bukan penyandang disabilitas. Mereka harus diperlakukan secara sama dan diterima secara tulus tanpa diskriminasi dalam kehidupan sosial.
Keberpihakan Islam terhadap penyandang disabilitas, dapat diimplementasikan dengan melakukan pemberdayaan, sebagai berikut: 1. Mengarusutamakan pemahaman bahwa Islam memandang penyandang disabilitas setara dengan manusia lainnya. 2. Mendorong penyandang disabilitas untuk mensyukuri segala kondisi dirinya sebagai berkah dari Allah Swt. 3. Mendorong penyandang disabilitas untuk bersikap optimis, mandiri dan mengoptimalkan segala potensinya untuk hidup dan berperan secara lebih luas di tengah kehidupan masyarakat sebagaimana umumnya. 4. Mendorong penyadang disabilitas untuk memperjuangkan hak-hak asasinya: baik hak di bidang pendidikan, sosial, hukum, politik, ekonomi, maupun hak-hak lainnya. 5. Menentang segala sikap dan perlakuan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas baik yang dilakukan oleh individu, masyarakat maupun lembaga. 6. Mendukung advokasi terhadap penyandang disabilitas oleh masyarakat, pemerintah, organisasi-organisasi lainnya.
Keberpihakan ini, sejalan dengan komitmen pemerintah untuk membangun sumber daya manusia agar bisa unggul dan berdaya saing, termasuk upaya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak disabilitas. Hal tersebut terlihat dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, dan Peraturan Pemeritah Nomor 70 Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Dan benar saja, saat ini kita dapat menyaksikan para kaum difabel turut serta dalam berbagai macam kegiatan publik seperti pestival olahraga disabilitas juga olimpiade.
Jama’ah Jum’at yang dimulyakan oleh Allah SWT.,
Ada banyak sahabat dikisahkan yang mengalami disabilitas dan diabadikan dalam Alquran, misalnya dalam surah ‘Abasa. Suatu ketika baginda Rasulullah saw dihadapkan dengan situasi yang pelik dimana beliau sedang berdakwah pada kaum kafir, tetapi ada seorang muslim yang menghampirinya untuk diajarkan agama Islam lebih dalam.
Dapat dibayangkan ketika seorang kepala negara (Muhammad) sedang berbicara masalah kenegaraan bersama pembesar-pembesar Quraisy. Kemudian datang seorang difabel menghampiri Rasul, dengan maksud ingin medapat bimbingan keislaman dari Rasulullah. Sekilas yang dilakukannya merupakan perbuatan tidak terpuji, namun hal itu wajar saja karena ia adalah seorang yang tak dapat melihat. Sempat beberapa saat beliau tak mendapat perhatian dari Nabi Muhammad. Akhirnya Allah menegur Rasul malalui turunnya wahyu surah ‘Abasa. Pada bunyi ayat “abasa watawalla” (Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling) “an jaahul a’ma” (seorang tuna netra (Abdullah ibn Ummi Maktum) mendatanginya (Muhammad)).
Apakah usaha Abdullah ibnu Ummi Maktum sampai disitu, tentu saja tidak!. Pemahamannya terhadap agama tidak menyurutkan tekad dan semangatnya untuk berjuang di jalan Allah. Dia berpikir untuk bisa menyertai Rasulullah berperang di medan perang, tapi keterbatasan fisiknya tidak memungkinkan baginya untuk ikut bersama rombongan. Ibnu Ummi Maktum tak habis akal, Ia berinisiatif untuk menggunakan pakaian hitam-hitam dan menyelinap ke medan perang sambil menghambur-hamburkan pasir ke arah musuh. Memang hanya itu kemampuan tempur penyandang tuna netra ini, tapi dia punya harapan besar menjadi bagian dari junudullah (tentara Allah).
Jama’ah Jum’at yang dimulyakan oleh Allah Swt.,
Inilah khutbah singkat yang dapat kami sampaikan, semoga kita termotivasi dengan kisah Ibnu Ummi Maktum dan menjadikan renungan bersama untuk kebersamaan dan persaudaraan. Sebab Allah tidak memulyakan hambaNya karena kesempurnaan fisiknya, melainkan karena taqwa dalam dirinya.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلْ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ .أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHOTBAH KEDUA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِٰلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهْ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيَّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةْ، وَعَلَى أٰلِهِ وَصَحْبِهِ مِنْ يَوْمِنَا هَذَا إِلَى يَوْمِ النَّهْضَةْ.
أَمَّا بَعْدُ. أَيُّهَا النَّاسُ! أُوْصِيْكُمْ بتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ فَقَالَ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَه يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ وَبَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا إِبْراهَيْمَ فِي الْعٰلَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللّٰهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللّٰهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآءِ ذِي الْقُرْبَـى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ. أَقِيْمُوا الصَّلاَةَ !
Jika Anda membutuhkan sitasi pada Buku Digital ini, silahkan generate secara otomatis menjadi format APA, MLA, IEEE, Chicago, Harvard, dan Turabian.
Support kami dengan komentar positif dan ulasan yang membangun.
* Anda Wajib login Untuk Menulis Komentar/Review.